BAROMETER.ID (Jakarta): Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menanggapi perbedaan waktu pelaksanaan Idul Fitri 1444 Hijriah antara Muhammadiyah dan pemerintah. Din Syamsuddin meminta pemerintah jadi penengah bagi semua umat muslim.
Hal itu disampaikan Din Syamsuddin usai menyampaikan khotbah dalam salat Id yang digelar di halaman Jakarta International Equestrian Park, Jakarta Timur, Jumat (21/4/2023).
“Ya soal perbedaan waktu Idul Fitri ini sudah sering terjadi walaupun tidak setiap tahun. Alhamdulillah umat Islam sudah dewasa dalam menghadapi perbedaan sehingga tidak ada masalah ada yang salat Idul Fitri hari ini, ada yang besok. Silaturrahim dan ukhuwah islamiah tetap terjaga,” kata Din Syamsuddin.
Din Syamsuddin meminta pemerintah tidak hanya berpihak kepada satu kelompok agama. Menurutnya, pemerintah seharusnya menjadi penengah bagi semua kelompok, termasuk umat Islam.
“Inilah yang saya berpendapat agar pemerintah menjadi penengah yang berada di atas semua kelompok. Kalau pemerintah berada pada satu posisi tunggal ini namanya regimentasi agama,” tutur Syamsuddin.
Dinsyamsuddin mengatakan pemerintah harus berada pada posisi netral agar perbedaan pelaksanaan Idul Fitri di antara umat Islam tak menimbulkan polemik, seperti larangan salat Id bagi Muhammadiyah.
“Sebenarnya baik kalau negara mau mengurus semua keagamaan, tapi jangan pilah-pilih. Jangan hanya haji, zakat, mungkin karena ada duitnya ya. Nah soal Idul Fitri ini begitu pemerintah tidak netral, tidak berada di atas semua golongan, ini yang akan menimbulkan masalah sampai-sampai ada kepala pejabat pemerintah di daerah tidak membolehkan yang salat Idul Fitri di luar hari pemerintah, tidak boleh memakai alun-alun. Ini kan sudah melewati batas,” ungkap Syamsuddin.
Syamsuddin mengusulkan agar diadakannya kalender Islam yang bersifat universal. Sebab, menurutnya, sidang isbat besar anggarannya.
“Jadi saya menyerukan secara global untuk bersepakat adanya kalender Islam yang universal, tapi kalau dipatok bersifat nasional, regional seperti MABIMS ini akan menimbulkan masalah,” kata Syamsuddin.
“Apalagi dipatok ada berdasarkan kriteria minimal, wah itu kalau di bawah itu akan berbeda. Maka kemarin saya usulkan kalau sudah di bawah Imkanur Rukyat yang dipatok pemerintah atas dasar MABIMS, Kementerian Agama di Asia Tenggara 3 derajat, ini di bawah 3 derajat, nggak usah pakai rukyat. Isbat itu anggarannya mahal loh itu,” imbuhnya.
Dia juga mengatakan pemerintah seharusnya mengumumkan dua hari Idul Fitri jika memang ingin ‘netral’ bagi semua kelompok.
“Biarlah umat Islam mengurus sendiri dan negara kalau mau terlibat harus berada di atas dan untuk semua kelompok,” ungkapnya.
“Umumkan saja untuk tahun ini Idul Fitri jatuh pada 2 hari ada yang berpendapat Idul Fitri jatuh pada Jumat 21 April ada yang berpendapat Idul Fitri jatuh pada Sabtu 22 April. Indah sekali,” ucapnya.
Syamsuddin juga berpesan agar perbedaan pelaksanaan Idul Fitri ini tidak membawa perpecahan antarumat.
“Saya pesankan pada jamaah jangan karena perbedaan ini kemudian membawa perpecahan dan jangan mau diadu domba,” pungkasnya. (*/Avan)
Discussion about this post