BAROMETER.ID (Lampung): Sengketa tanam tumbuh di lahan 26 Ha di Way Kanan ternyata belum mendapat perhatian pemerintah. Dari perebutan lahan, perusakan hingga status lahan yang makin jelas siapa pemiliknya, jalan bak kura-kura meskipun sudah berjalan 4-5 tahun.
Demikian disampaikan Advokat dari YLBH 98 saat menyambangi Rumah Siber Kantor Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Lampung di Jalan Emir M. Nur Gang Karya Muda III Teluk Betung Selatan, Bandar Lampung, Senin (15/5/2023).
Akibatnya, sebanyak 22 petani yang semakin susah, sementara PT Pemuka Sakti Manis Indah (PSMI) terus mereguk manisnya tebu-tebu yang mereka tanam. Dan hari ini, dikabarkan masyarakat perusahaan tersebut sedang musim panen/bakar.
Andre, salah seorang petinggi PSMI saat dihubungi terkait kejelasan soal sengkarut tanah rakyat ini, masih bergeming. Belum diketahui pasti maksud dan tujuannya guna lebih menjelaskan situasi yang hari ini terjadi.
Dalam diskusi dengan YLBH 98, terkuak Mahkamah Agung (MA) memenangkan petani sebagai pemilik lahan sehingga diharapkan dengan keputusan tersebut PT PSMI bisa mengambil langkah konkret untuk menyelamatkan nasib 22 petani ini.
Sebelumnya, Advokat Perwakilan YLBH 98 Rully Satria Hartas, S.H., M.H. dan M. Rama Andika Sasmita, S.H. mengunjungi Kantor JMSI dan disambut langsung Ketua JMSI Provinsi Lampung Ahmad Novriwan.
Dalam pertemuan tersebut, keduanya menyampaikan pihaknya menyesalkan peristiwa dugaan tindak pidana perusakan tanam tumbuh milik 22 petani Kampung Negara Mulya, Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Way Kanan pada 1 Agustus 2019 yang diduga dilakukan DAI salah satu anggota DPRD Way Kanan dari Fraksi Hanura.
“Kemudian para petani didampingi Advokat dari YLBH 98 melaporkan peristiwa tersebut ke Polres Way Kanan dengan Laporan Polisi Nomor STTPL/B-580/VIII/2019/POLDA LAMPUNG/SPKT RES WAY KANAN, tertanggal 20 Agustus 2019,” kata Rully.
Dalam perjalanannya, ujar Rully, laporan polisi tersebut kemudian diambil Polda Lampung dalam proses penegakan hukumnya. Tentu hal tersebut menjadi angin segar dan harapan baru bagi para petani yang selalu berharap akan keadilan hukum.
“Namun pada faktanya, belum ada titik terang penyelesaian kasus yang menimpa 22 petani ini,” ujarnya.
Hal tersebut diperparah dengan meninggalnya beberapa petani yang sedang menunggu keadilan, salah satunya (alm) nenek Rohaya yang meninggal pada 2022 lalu. Hingga akhir hayatnya, kepemilikan lahan yang kini dirampas menjadi tidak jelas.
“Hingga hari ini para petani sudah lelah menunggu dari hari ke hari, bulan ke bulan hingga tahun berganti penyelesaian perkara ini tak kunjung berakhir,” pungkasnya.
Sementara itu, pengelola lahan Doni Ahmad Ira saat dihubungi wartawan mengatakan pihaknya juga sedang menunggu kepastian hukum dari Polda Lampung.
“Saya hanya diberi kuasa pengelolaan lahan oleh Sahlan, Maji, Wahyu dan Medi. Saat ini saya juga ingin tahu apakah tanam tumbuh yang dikuasakan ke saya ada masalah hukum atau tidak,” kata Doni via WhatsApp, Senin (15/5/2023).
Hingga berita ini dirilis, Direktur Reserse Kriminal Umum )Dirkrimum) Polda Lampung, Kombes Reynold Elisa Hutagalung, belum memberikan tanggapan. (*)
Discussion about this post