BANDAR LAMPUNG (BAROMETER): Pers bertanggung jawab meluruskan informasi salah atau kabar hoax yang tersebar di media sosial karena tugas utama jurnalis sesungguhnya adalah menyampaikan kebenaran.
Komitmen utama jurnalisme adalah pada kepentingan publik sehingga kepentingan pribadi, kelompok, atau kepentingan pemilik media harus selalu di tempatkan di bawah kepentingan publik.
“Berita bohong atau hoax adalah informasi yang tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Hal ini tidak sama dengan rumor, ilmu semu, atau berita palsu, maupun April Mop. Tujuan berita bohong adalah membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan,” kata Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan Juniardi, saat menjadi pembicara Dialog Luar Studio Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI Bandar Lampung, di Mimbar Mahasiswa FISIP Unila, Kamis (16/6/2022).
Secara profesi, kata Juniardi, wartawan bertugas menyebarkan informasi secara faktual, akurat, netral, seimbang, dan adil (fair); menyuarakan pihak-pihak yang lemah, kritis terhadap mereka yang berkuasa; skeptis dan selalu menguji kebijakan yang dibuat penyelenggara kekuasaan; memberikan pandangan, analisis, dan interpretasi terhadap permasalahan sosial, politik, dan ekonomi yang rumit; serta memperkenalkan gagasan, ide dan kecenderungan baru dalam masyarakat.

“Era digitalisasi saat ini tak bisa dibendung. Kondisi ini banyak dimanfaatkan masyarakat, salah satunya melalui media sosial. Kalau kontennya di medsos, itu informasi bukan karya jurnalistik. Tapi kalau kaitannya dengan jurnalistik, itu ada ranah sendiri,” kata Juniardi.
Menurut Juniardi, produk jurnalistik dibuat atau disajikan wartawan yang berkompeten, dan juga boleh berdasarkan informasi yang didapat dari medsos.
“Di medsos itu informasi awal. Kalau mau dibuat karya jurnalistik mesti diverifikasi terlebih dahulu agar isinya benar-benar bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.
Juniardi meminta jurnalis jangan justru ikut terbawa arus media sosial, tapi harus menjadi penyaring informasi dengan cepat melakukan verifikasi, kemudian disajikan dalam bentuk karya jurnalistik. “Informasi dari media sosial, kemudian diuji kebenarannya, lalu menjadi produk jurnalistik, baru kabarkan kembali ke media sosial sehingga menyampaikan informasi secara benar,” katanya.
Dialog yang selama satu jam ini disiarkan secara langsung melalui Programa 1, dan direlay RRI SP Way Kanan serta diunggah melalui akun YouTube RRI RRI Bandar Lampung. Dialog menghadirkan tiga narasumber, masing-masing Dekan FISIP Unila Dra. Ida Nurhaida., M.Si, Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol. Zahwani Pandra Arsyad, dan Wakil Ketua Bidang Advokasi dan Pembelaan Wartawan PWI Lampung Juniardi.
Sementara itu, Dekan FISIP Unila Dra. Ida Nurhaida., M.Si, mengatakan hoax merupakan berita bohong yang seolah olah benar tapi tidak benar. “Ini berita (Hoax) sebenarnya bukan barang baru, karena harus diakui sejak peradaban dunia berita hoax sudah ada, bahkan sejak zaman nabi adam,” papar Ida Nurhaida.
Oleh karena itu, menurutnya, untuk menangkal atau menghindari berita bohong, masyarakat harus banyak mempunyai literasi. “Literasi ini menjadi salah satu upaya menghindari hoax. Karena hoax ini tidak melihat status sosial, dan tingkat pendidikan. Intinya bagaimana menyaring informasi yang didapat sebelum disebarkan,” ujarnya.
Kombes Pol. Zahwani Pandra Arsyad mengatakan untuk menghindari maraknya informasi hoax yang beredar di media sosial, masyarakat harus bijak bermedia sosial. “Kita memang harus bijak menggunakan dan memanfaatkan media sosial. Dulu masih menggunakan KUHP tapi sekarang diatur melalui Undang-Undang ITE, ancamannya di atas 6 tahun dengan denda ratusan juta,” kata Pandra.
Pandra mengakui hingga saat ini Polda Lampung telah menangani ratusan perkara berkaitan dengan dugaan pelanggaran UU ITE. “Memang ada ratusan perkara yang kita tangani. Kalau di Mabes penanganannya oleh Direktorat Cyber, sedangkan untuk di Polda ditangani Ditkrimsus,” katanya. (red)
Discussion about this post