BAROMETER.ID (Jakarta): Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset Dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengaku kecewa atas tertangkapnya Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof. Dr. Karomani oleh KPK dan ditetapkan KPK sebagai tersangka atas dugaan suap penerimaan mahasiswa baru di kampusnya.
“Memang kejadian di Unila merupakan suatu hal yang sangat mengecewakan,” kata Nadiem saat rapat dengan Komisi X DPR RI, Selasa (23/8/2022).
Nadiem menyebut Kemendikbudristek akan mengambil langkah-langkah atas kasus ini. Dia juga akan memastikan kejadian suap penerimaan mahasiswa baru tidak terjadi lagi.
“Kami di komitmen full kita ke depan adalah mengambil langkah langkah dan menguatkan langkah yang sudah ada untuk memastikan ini tidak terjadi lagi,” jelas Nadiem.
Terkait kasus OTT Rektor Unila Karomani, Kemendikbudristek resmi menunjuk Muhammad Sofwan Effendi sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Rektor Unila menggantikan Prof. Dr. Karomani yang ditetapkan sebagai tersangka kasus suap oleh KPK.
“Iya telah ditunjuk Plt. Rektor Unila yakni Muhammad Sofwan Effendi menggantikan Prof. Karomani yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap oleh KPK,” kata Wakil Rektor IV Unila, Suharso, Senin (22/8/2022).
Saat ini Sofwan merupakan Direktur Sumber Daya Ditjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi di Kemendikbudristek. Suharso menyebut penunjukan Sofwan jadi Plt Rektor Unila ditentukan melalui rapat internal pejabat Rektorat Unila bersama Kemendikbudristek Dikti.
“Mendikbudristek Dikti Nadiem Anwar Makarim menunjuk langsung M. Sofwan Effendi sebagai Plt. Rektor Unila. Ini untuk menjalankan roda organisasi Unila. Saat ini beliau sudah hadir di kampus hijau tersebut,” ucapnya.
Terkait kasus yang menimpa dirinya, Prof. Dr. Aom Karomani meminta maaf kepada masyarakat pendidikan Indonesia atas peristiwa OTT oleh KPK.
“Saya mohon maaf kepada masyarakat pendidikan Indonesia, selanjutnya kita lihat di persidangan,” kata Prof Dr Karomani di lobi gedung KPK, Minggu (21/8/2022).
Sementara itu, Wakil Ketua Nurul Ghufron mengungkap alur penerimaan mahasiswa mandiri tersebut tidak terukur dan tidak transparan. Menurut Ghufron KPK memang telah mengkaji dan menilai penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri kurang terukur, kurang transparan, dan kurang berkepastian.
Ghufron menyebut jalur penerimaan mahasiswa mandiri itu bersifat lokal dan tidak akuntabel sehingga celah tindak pidana korupsi patut diduga terjadi dalam proses tersebut.
“Karena jalur mandiri ini ukurannya sangat lokal, tidak transparan, dan tidak terukur maka menjadi tidak. Karena tidak akuntabel, maka kemudian menjadi celah terjadinya tindak pidana korupsi,” jelas Ghufron. (red)
Discussion about this post