BAROMETER.ID (Lampung-Banten): Nurmala (50), warga Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan bisa mendapat keuntungan R75.000 sampai Rp175.000 per hari dari berjualan petis (rujakan) di atas kapal roro Portlink V yang menyeberang dari Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni – Merak – Bakauheni.
Orang tua tunggal dari lima orang anak yang mengaku lahir di Desa Tataan, Kecamatan Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan ini mengatakan hanya menjajakan dagangannya di Kapal Portlink V dalam penyeberangan dari Bakauheni menuju Merak dan kembali ke Bakauheni.
“Saya hanya dagang rujakan di kapal ini,” katanya sembari menunjukkan baju berwarna biru bertuliskan Portlink V.
Dia juga menceritakan sebelum berjualan di atas kapal, dirinya sempat berjualan di Pelabuhan Bakauheni. Kegiatan berdagang, ucapnya, dimulai Tahun 1987. Saat itu dia berjualan buah buahan di Pelabuhan Penywberangan Bakauheni.
“Mulai berjualan pada 1987 tapi dulu jualnya di Pelabuhan belum di dalam kapal,” ujarnya kepada barometer.id saat ditemui sedang menjajakan dagangannya di Selasar Kapal roro Portlink V dalam pelayaran dari Bakauheni menuju Merak, Minggu (7/5/2023).
Sekitar dua tahun kemudian, yakni Tahun 1989 dia mengaku mulai berjualan di dalam kapal, tapi masih sebarang kapal; tidak hanya Kapal Portlink seperti saat ini. Saat itu, ucapnya dia berjualan buah-buahan, baru sekitaran Tahun 2004 dia mulai berjualan petis.
Ibu enam anak yang lahir di Desa Tataan, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan ini, kepada barometer.id, menceritakan sehari-hari dia berangkat dari rumah di Desa Hatta selesai salat subuh menuju ke pasar untuk membeli buah bahan untuk petisan, setelah itu langsung ke Pelabuhan dan menuju ke Kapal Portlink V.
Lebih lanjut dia menceritakan untuk bisa berjualan di kapal, dia harus meminta izin ke kapten kapal. Setelah mendapat izin barulah dia bisa berjualan di kapal.
Nurmala mengaku sangat bersyukur bisa diizinkan berjualan di atas kapal untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Oleh sebab itu, dia berharap bisa terus sehat dan diizinkan untuk berjualan di kapal tempat dia biasa mengais rezeki karena tidak memiliki usaha dan kemampuan lain.
“Semoga saja saya bisa terus berjualan di kapal ini, karena inilah usaha saya saru-satunya,” ungkapnya.
Dia menceritakan sejak, suaminya meninggal setahun lalu praktis kini dia berusaha sendiri untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Saat ini katanya tiga anaknya sudah menikah dan dua lainnya masih tinggal bersama dan menjadi tanggungannya.
Dia juga menceritakan modal pertama dalam usahanya ini berasal dari pinjaman dengan bank keliling sebesar Rp 50.000. Dan sejak itu pula dia tidak pernah lagi punya niat untuk berhutang dan meminjam uang sebagai modal atau untuk mengembangkan usahanya.
“Awal sekali saya jualan, modalnya saya pinjam dari bank keliling sebesar Rp 50.000. Sekarang saya sudah bersyukur dengan usaha saya saat ini. Meskipun untungnya sedikit setidaknya saya dan dua anak saya bisa makan dan tidak kelaparan,” ungkapnya.
Nurmala juga mengisahkan suka dukanya berjualan di kapal. Dia mengaku pernah diusir dan dagangannya di buang ke laut oleh petugas kapal.
“Saya pernah mengalami diusir dan dagangan saya dibuang petugas kapal ke laut, bumbunya juga. Saat itu saya hanya bisa nangis. Tapi itu dulu, sekarang di kapal Portlink tidak pernah terjadi. Di sini saya bisa berjualan,” ucapnya dengan raut wajah sumringah.
Sehari-hari Nurmala mengaku membutuhkan modal hingga 300 ribu untuk bisa berjualan di kapal. Dengan modal tersebut dia bisa meraup untung Rp75.000 sampai Rp 200.000. Namun, dia juga mengaku tak jarang merugi karena sepi pembeli.
“Modal saya untuk belanja biasanya sekitar Rp300 ribu. Kalau nasib bagus, uang modal itu bisa bertambah menjadi Rp 400 ribu atau Rp 450 rupiah. Tapi itu belum dipotong ongkos ojek Rp 40.000, ongkos kapal Rp 20.000 dan uang kebersihan Rp 20.000. Tapi semua saya syukuri, semoga saya selalu sehat dan bisa terus dagang di sini. Terima Pak Kapten kapal,” pungkasnya. (AK)
Discussion about this post