BAROMETER.ID (PESISIR BARAT): Petani damar di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung mengeluhkan harga jual getah damar yang anjlok dan terjun bebas.
Keluhan, salah satunya disampaikan Yandri (26), petani damar warga Pekon Ngaras, Krui, Pesisir Barat. Kepada lampungbarometer.id (barometer.id grup), dia menceritakan harga jual getah damar saat ini terjun bebas. Dia mengaku heran mengapa harga getah damar terpuruk dibanding tahun-tahun sebelumnya, padahal damar bukan jenis tanaman musiman.
“Kami heran kok bisa harganya sangat rendah, padahal inikan bukan tanaman musiman serta tidak semua tempat ada tanaman damar. Karena itu, kami minta pemerintah turun tangan supaya harganya stabil,” ujar Yandri, Sabtu (20/8/2022).
“Untuk harga tergantung kelas dan kualitasnya, tapi memang sejak beberapa bulan ini harganya anjlok. Dulu-dulu belum pernah harga damar semurah sekarang, ini” keluhnya.
“Untuk kelas asalan dihargai Rp17.000 per kilogram, Ac lokal Rp23.000/kg, Ac bagus 26.000/kg, semi ekspor Rp29.000/kg, kualitas ekspor Rp.31.000/kg, Abu 11.000/kg, kelas Ee 12.500/kg. Padahal sebelumnya harga jual damar hampir dua kali lipat dari harga sekarang. Bahkan yang asalan harganya pernah mencapai Rp40.000 dan kelas ekspor pernah Rp50.000,” katanya.
Petani damar lainnya yang mengaku bernama Yamin (50), warga Krui Pasar juga merasa heran dengan rendahnya harga jual damar. Kondisi ini, ucap Yamin, membuat nasib petani semakin terpuruk. Oleh sebab itu, dia berharap pemerintah terketuk hatinya untuk segera turun membela nasib petani.
“Harga damar mata kucing terjun bebas tak terkendali. Ada apa sebenarnya sehingga harga getah damar anjlok tak terkendali.
Harga kali ini adalah yang terburuk sepanjang sejarah,” ujarnya memelas.
Lebih lanjut dia mengatakan saat-saat seperti sekarang inilah pemerintah seharusnya berperan turun tangan membantu masyarakat dengan menstabilkan harga jual damar.
“Saya rasa tidak menyalahi aturan jika pemimpin daerah melalui dinas terkait ikut membantu masyarakat menstabilkan harga. Jika ini terus berlanjut, dampak buruknya bukan hanya kepada petani tapi ke semua lapisan ekonomi. Petani sengsara, daya beli merana,” pungkasnya. (sandori/AK)
Discussion about this post