BAROMETER.ID (Bandar Lampung): Buntut OTT Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof. Dr. Aom Karomani, M.Si., di Bandung Sabtu (20/8/2022) dini hari lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Kampus Unila, Senin (22/8/2022). Salah satu lokasi yang digeledah adalah Kantor Rektorat Unila.
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, kepada wartawan mengatakan Tim Penyidik KPK telah selesai melakukan penggeledahan di Kampus Universitas Lampung untuk mencari bukti terkait kasus suap Rektor Unila.
“Tim Penyidik telah selesai melaksanakan upaya paksa penggeledahan di wilayah Lampung. Lokasi dimaksud yaitu Kantor Rektorat Universitas Lampung dan ditemukan bukti sejumlah dokumen dan barang elektronik yang diduga dapat mengungkap peran para tersangka,” ujarnya.
Hasil penggeledahan itu saat ini telah disita KPK. Nantinya KPK bakal melakukan analisis guna kebutuhan pemberkasan perkara.
“Analisis dan penyitaan berbagai bukti tersebut segera dilakukan untuk kebutuhan pemberkasan perkara dari para Tersangka,” tutup Ali.
Diberitakan sebelumnya, KPK melakukan upaya paksa penggeledahan di sejumlah tempat di lingkungan kampus Universitas Lampung (Unila). Kegiatan ini imbas Rektor Unila Prof Dr Karomani yang terjerat operasi tangkap tangan (OTT) KPK beberapa waktu lalu.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan 4 tersangka yaitu:
1. Karomani, rektor Universitas Lampung (Unila);
2. Heryandi, wakil Rektor I Bidang Akademik Unila;
3. Muhammad Basri, ketua Senat Unila; dan
4. Andi Desfiandi, pihak swasta.
Awalnya, pada 2022, Unila ikut menggelar Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selain itu, Unila membuka jalur khusus, yaitu Seleksi Mandiri Masuk Unila atau Simanila.
Selama proses Simanila, Karomani diduga aktif terlibat langsung menentukan kelulusan dengan memerintahkan Wakil Rektor I Heryandi dan Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Budi Sutomo serta melibatkan Ketua Senat Muhammad Basri untuk turut serta menyeleksi secara personal.
Seleksi personal ini terkait kesanggupan orang tua mahasiswa yang ingin dinyatakan lulus maka bisa dibantu dengan menyerahkan sejumlah uang selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan pihak universitas.
Karomani memberikan tugas khusus bagi 3 orang yang ditunjuk untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua peserta Simanila yang sebelumnya telah dinyatakan lulus berdasarkan penilaian yang sudah diatur Karomani.
Besaran uang yang telah disepakati minimal Rp 100 juta sampai Rp 350 juta per orang. Andi Desfiandi, yang mwrupakan salah satu keluarga calon peserta Simanila diduga menghubungi Karomani dan memberikan uang Rp 150 juta karena anggota keluarganya telah dinyatakan lulus Simanila atas bantuan Karomani.
Uang itu dikumpulkan Karomani ke seorang dosen bernama Mualimin. KPK menyebut uang yang dikumpulkan Karomani ke Mualimin berjumlah Rp 603 juta dan telah digunakan Rp 575 juta untuk keperluan pribadi.
Selain itu, Karomani diduga mengumpulkan uang melalui Budi Sutomo dan Muhammad Basri yang telah dialihkan menjadi tabungan deposito, emas batangan, dan masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp 4,4 miliar.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) twrhadap Karomani, KPK menemukan bukti uang tunai Rp 414,5 juta; slip setoran deposito di salah satu bank Rp 800 juta; dan kunci safe deposit box yang diduga berisi emas senilai Rp 1,4 miliar. Selain itu, ada bukti lain berupa kartu ATM dan buku tabungan berisi Rp 1,8 miliar.
Akibat perbuatannya, Karomani bersama Heryandi dan Muhammad Basri dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Andi Desfiandi dijerat sebagai pemberi dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor. (*)
Editor: AK
Discussion about this post