Oleh : Halimson Redis
KETIKA sang kapten berhasil menggocek bola dan melewati pemain lawan dan sang striker telah siap maka gol pun tidak bisa dihindarkan. Penonton tersentak dan bersorak, di sisi lain penonton di pihak lawan merasa kecewa dan menyalahkan pemain atau pelatihnya. Kekecewaan mereka tumpahkan, suasana ini turut dirasakan di luar stadion.
Banyak rakyat Indonesia pecinta sepak bola kecewa setelah Indonesia gagal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 Tahun 2023, tapi ada juga yang senang dan bahkan memanfaatkan kondisi tersebut untuk kepentingan politik menjelang Tahun 2024.
Kegagalan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 tentu menjadi kerugian besar Indonesia yang telah melakukan persiapan gelaran kompetisi sepak bola kelas dunia tersebut. Kegagalan ini “karena adanya sikap penolakan terhadap Timnas Israel sebagai kontestan Piala Dunia U-20 oleh dua gubenur, bukan negara atau pemerintah.
Namun yang perlu dicatat, sebagai negara kesatuan maka kekuasaan Pusat adalah mutlak, kecuali di negara federasi dimana kekuasaan daerah dapat mengalahkan kekuasaan pusat. Dalam konteks negara kesatuan berlaku mutlak semua kebijakan daerah tunduk oleh kebijakan negara. Begitu pula tentang kebijakan Tuan Rumah Piala Dunia U-20 berada sepenuhnya di tangan Pemerintah Pusat, daerah tidak punya kuasa menolak.
Bagi Indonesia olah raga merupakan bagian diplomasi kebijakan luar negeri yang diamanahkan UUD 1945 yang menyatakan “Kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai perikemanusiaan dan perikeadilan. Berkaca pada hal ini maka pembebasan penjajahan Israel atas Palestina merupakan target utama perjuangan diplomasi Indonesia sejak awal kemerdekaan.
Dilema muncul ketika Indonesia menolak kedatangan Israel yang menjadi salah satu kontestan Piala Dunia U-20 yang telah dijadwalkan digelar di Indonesia. Namun, karena penolakan ini penyelenggaraan Piala Dunia 2023 batal diselenggarakan di Indonesia dan dialihkan ke Argentina.
Menolak Israel berarti ancaman keberlangsungan dunia sepak bola Indonesia ke depan. Hukuman FIFA menanti karena PSSI dianggap telah melanggar statuta, setelah negara atau pemerintah mengintervensi kebijakan FIFA.
Menyikapi hal ini diplomasi olahraga harus tetap sejalan dengan konstitusi negara, sebab sepak bola dan Piala Dunia merupakan ajang pertarungan diplomasi olah raga terbesar untuk menjalankan diplomasi kebijakan luar negeri Indonesia.
Pelaksanaan diplomasi dalam permainan anti penjajah harus ditunjukkan Indonesia, tapi bukan kebijakan negara. Maka permainan selanjutnya diperankan Presiden Jokowi sebagai Kapten Timnas Indonesia. Sebagai kapten, Jokowi harus mampu mengelaborasi dua striker-nya (gubernur) untuk membuat pernyataan “Penolakan Israel.” FIFA Terkecoh gocekan Jokowi dan akhirnya turut dalam irama permainan Jokowi.
Secara de jure Indonesia tidak menolak Israel dan tidak mengintervensi statuta FIFA karena kita menganut Negara Kesatuan dan kebijakan daerah (menolak Israel) tidak mempunyai kekuatan hukum. Di titik inilah letak gocekan Jokowi sehingga FIFA terkecoh. Terbukti, secara de facto kita tidak menolak Israel dan rakyat Indonesia pun dapat menerima.
Bagi Indonesia, mendukung perjuangan Palestina merdeka merupakan harga mati dan merupakan warisan kebijakan leluhur bangsa sehingga harus tetap dipertahankan dan dilakukan melalui berbagai media diplomasi, termasuk diplomasi olah raga.
Dunia pun melek dan kaget, karena dalam kurun waktu yang sangat singkat FIFA mencabut peran tuan rumah Piala Dunia Indonesia. Kebijakan FIFA ini ditentang banyak negara, sikap politik diplomasi Indonesia mendapat dukungan luar biasa, bahkan pemain top dunia banyak yang mendukung kebijakan Indonesia. Mereka meminta FIFA menghukum Israel bukan Indonesia.
Gocekan Jokowi semakin memanas,
bersamaan dengan itu Israel secara terang-terangan kembali menyerang sepak bola palestina dengan melancarkan serangan gas air mata pada laga final Yasser Arafat Cup 2023 yang mempertemukan dua tim unggulan Liga Utama Tepi Barat, Jabal Al Mukkabber dan Balata FC pada Kamis 30 Maret 2023 lalu.
FIFA bingung mau berbuat apa karena jelas Israel menyerang kehidupan sepak bola Palestina. Di sini FIFA sangat jelas terlihat tidak berlaku adil terhadap anggotanya. Jika Rusia dilarang Ikut Piala Dunia Qatar Tahun 2022 karena menyerang dan menganeksasi Ukraina maka seharusnya Israel pun seharus dihukum yang sama karena menyerang rakyat Palestina dan sepak bola Palestina.
Perlakuan tidak adil FIFA dipertontonkan ketika membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 Tahun 2023, dengan alasan yang tidak disebutkan dan tidak juga menyangkutkan dengan kebijakan penolakan dua gubernur di Indonesia. Indonesia tidak mendapatkan hukuman dari FIFA karena secara de jure dan de facto Indonesia tidak menolak Israel.
Gocekan dalam stadion Indonesia pun turut memanas. Penggiat politik kepentingan 2024 pun ramai menghujat “Ganjar” sebagai striker yang selalu mendapat asist dari Sang Kapten Jokowi. Juga dilakukan kelompok dan partai yang sejak awal selalu menggerakkan massa dan kadernya untuk demo anti Israel dan bahkan sangat keras menghujat pemerintah karena dipandang terlalu lemah kebijakan luar negerinya, tentang perjuangan kebebasan bangsa Palestina.
Kemunafikan kelompok tersebut diperlihatkan ke publik oleh Sang Kapten Jokowi hanya demi politik 2024. Agar rakyat sadar dan dapat memilih calon-calon mereka yang benar-benar amanah dan sesuai dengan konstitusi negara. Inilah tugas akhir Sang Kapten dalam melakukan misi diplomasi.
Dampak kemunafikan tersebut, striker Ganjar akhirnya mendapat “ganjaran” setelah mendapat kritik tajam oleh lawan politik dan generasi milenial. Elektabilitasnya terjun bebas.
Sang Kapten pun membuka permainan dengan memberikan asist kepada striker tandem “Pabowo.” Generasi milenial yang sudah memiliki kesadaran politik yang mumpuni terpecahkan dan goyah atas sikap kekinian mereka. Permainan Sang Kapten kian memanas, elektabilitas striker “Prabowo” menanjak tinggi melampaui striker “Ganjar.”
Koalisi ramai dibangun untuk mendukung kekuatan politik mendukung Prabowo, tidak terkecuali partai-partai yang memanfaatkan kegagalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U20 Tahun 2023 seakan mereka memperjuangkan harapan dan cita-cita generasi milinial, tapi mereka sangat sadar bahwa mereka turut melanggar konstitusi UUD 1945 dengan mendukung Israel sebagai peserta kontestan Piala Dunia U-20 2023. Sebab, dengan mendukung berarti mereka mengakui negara Israel.
Berbeda dengan konsistensi negara, Sang Kapten Jokowi dan striker Ganjar terus berjalan bersama dan searah menyantuni kaum duafa selama menjelang bulan Ramadhan tanpa menghiraukan kritikan tajam penolakan Israel karena mereka sangat konsisten menjalankan amanah UUD 1945 yang menolak penjajahan di atas dunia, dan kemerdekaan adalah Hak sebaga Bangsa.
Di akhir Ramadhan 1444 H, Jumat April 2023 menjelang hari kemenangan Idul Fitri 1444 H, Sang Pelatih Megawati, secara resmi memberikan penugasan khusus kepada striker Ganjar atas ke konsistensinya menolak “Israel” untuk dicalonkan sebagai Calon Presiden dari PDIP, penonton pun menyambut senang dan berucap Alhamdulillah. Di sisi lain ada yang kecewa atas penunjukan teserbut karena berharap dukungannya yang dipilih Sang Pelatih.
Pembelajaran yang kita dapatkan adalah butuh sebuah konsistensi atau istiqomah untuk mendapatkan hasil maksimal. Demikian juga dengan sepak bola, jika ingin maju dan menang harus konsisten dalam perjuangan dan mengikuti arahan pelatih serta mengikuti tuntunan Sang Kapten. Sikap pemain harus sama dan sejalan, tidak boleh ada pemain yang bermain di luar arahan kapten dan pelatih.
Begitu juga dalam menjalan tugas, kita harus konsisten atau istiqomah menjalankan tugas sesuai pedoman penugasan masing-masing. Maraknya kasus korupsi dan penyimpangan, merupakan bukti masih banyak di antara kita yang tidak konsisten dalam menjalankan tugas sehingga kesuksesan yang diraih bersifat semu dan sementara dan berakhir dengan penjara dan dikucilkan masyarakat.
Kesuksesan abadi adalah istigomah. Mari kita tetap istiqomah dalam menjalankan amanah atau tugas dan peran kita sebagai manusia sebab istiqomah adalah ciri orang bertaqwa. Keberhasilan puasa kita selama bulan Ramadan adalah karena kita selalu istiqomah dan konsisten menjauhi perbuatan keji dan mungkar. Setelah Ramadan ini semoga kita menjadi orang-orang yang bertaqwa, Amiin Ya Robal Alamiin.
HALIMSON REDIS, Wasekjen Federasi Guru Independen Indonesia (FGII).
Discussion about this post